Resesi Seks! Anak Buah Xi Jinping Tebar ‘Pelet’ Kesuburan Ini

FILE PHOTO: An 80-year-old man, surnamed Li, watches as a girl plays at a residential community in Beijing, China, October 30, 2015. REUTERS/Jason Lee/File Photo

China berada di jalur penurunan populasi pertamanya dalam lebih dari enam dekade terakhir. Hal ini dipengaruhi oleh kaum muda yang menunda pernikahan dan rencana melahirkan anak.

Untuk mengatasi hal ini, dalam pertemuan tahunan Konferensi Konsultatif Politik Rakyat China (CPPCC), Partai Komunis China yang berkuasa mencetuskan beberapa langkah. Tujuannya agar lingkungan membesarkan anak menjadi sangat ramah terhadap orang tua baru.

Dikutip dari Reuters, langkah ini termasuk subsidi untuk keluarga membesarkan anak pertama mereka serta perluasan akses pendidikan publik gratis dan meningkatkan jaringan masyarakat ke fasilitas perawatan kesuburan.

“Kaum muda menyebut biaya pengasuhan dan pendidikan anak yang tinggi, pendapatan rendah, jaring pengaman sosial yang lemah, dan ketidaksetaraan gender, sebagai faktor yang mengecilkan hati,” tulis laporan itu, dikutip Rabu (15/3/2023).

Adapun, China menimbulkan lubang demografis yang sebagian besar melalui kebijakan satu anak yang diberlakukannya antara 1980 dan 2015. Pihak berwenang menaikkan batas menjadi tiga anak pada tahun 2021, namun saat Covid-19 terjadi, pasangan enggan memiliki bayi.

Hal tersebut dapat merujuk pada resesi seks. Adapun, istilah ‘resesi seks’ secara spesifik mengacu pada turunnya mood pasangan melakukan hubungan seksual, menikah dan punya anak.

Pada akhirnya, resesi seks bisa berimbas pada penurunan populasi suatu negara, karena kondisi rendahnya angka perkawinan dan keengganan untuk berhubungan seks.

Para ahli menganggap banyaknya proposal sebagai tanda positif bahwa China menganggap masalah penurunan populasi ini dengan serius. Ini terjadi setelah data menunjukkan populasi menyusut untuk pertama kalinya dalam enam dekade tahun lalu, di mana kelahiran menjadi 6,77 kelahiran per 1.000 orang, dari 7,52 kelahiran pada 2021.

“Anda tidak dapat mengubah tren penurunan,” kata Xiujian Peng, peneliti senior di Pusat Studi Kebijakan di Universitas Victoria di Australia. “Tapi, tanpa ada kebijakan yang mendorong kesuburan maka kesuburan akan semakin menurun.”

“Mosi oleh anggota CPPCC Jiang Shengnan bahwa kaum muda bekerja hanya delapan jam per hari sehingga mereka memiliki waktu untuk ‘jatuh cinta, menikah dan memiliki anak,’ sangat penting untuk memastikan perempuan tidak terlalu banyak bekerja.”

Memberi insentif untuk memiliki anak pertama dapat mendorong pasangan untuk memiliki setidaknya satu anak. Pasalnya, saat ini banyak provinsi yang hanya mensubsidi anak kedua dan ketiga.

Ahli demografi juga memperingatkan China akan menjadi tua sebelum menjadi kaya, karena tenaga kerjanya menyusut dan pemerintah daerah berhutang membelanjakan lebih banyak untuk populasi lansia mereka.

Para ahli juga memuji usulan untuk membatalkan semua tindakan keluarga berencana, termasuk batas tiga anak dan persyaratan bagi perempuan untuk menikah secara sah untuk mendaftarkan anak-anak mereka.

Arjan Gjonca, profesor asosiasi di London School of Economics, mengatakan insentif keuangan tidak cukup dan kebijakan yang berfokus pada kesetaraan gender dan hak kerja yang lebih baik bagi perempuan kemungkinan akan berdampak lebih besar.

“Proposal CPPCC seperti cuti hamil yang dibayar oleh pemerintah daripada pemberi kerja akan membantu mengurangi diskriminasi terhadap perempuan, sementara meningkatkan cuti melahirkan menghilangkan hambatan bagi ayah dalam mengambil lebih banyak tanggung jawab mengasuh anak,” tambah para ahli tersebut kepada Reuters.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*