- Suku bunga tinggi di Amerika Serikat menjadi salah satu penyebab kolapsnya Silicon Valley Bank (SVB) yang membuat pasar finansial gempar pada pekan lalu.
- The Fed kini diprediksi tidak akan agresif menaikkan suku bunga, bahkan ada yang memprediksi suku bunga akan dipangkas 100 basis poin pada Desember.
- Indeks dolar AS terus merosot, yang membuka peluang penguatan rupiah menuju Rp 15.200/US$
- Rupiah mencatat pelemahan lima pekan beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS). Data Refinitiv menunjukkan rupiah sepanjang pekan lalu melemah nyaris 1% ke Rp 15.445/US$.
Pada pekan ini rupiah berpeluang bangkit, melihat indeks dolar AS yang sedang tertekan pasca kolapsnya Silicon Valley Bank (SVB). Tingginya suku bunga di Amerika Serikat (AS) menjadi salah satu penyebab bangkrutnya bank yang berfokus pada startup tersebut.
Alhasil, pasca kejadian tersebut, The Fed diperkirakan tidak akan terlalu agresif dalam menaikkan suku bunga.
Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, pasar saat ini melihat The Fed hanya akan menaikkan suku bunga 25 basis poin bulan ini menjadi 4,75% – 5%, dengan probabilitas lebih dari 80%.
Probabilitas kenaikan 50 basis poin merosot drastis menjadi 18% saja, padahal sebelumnya sempat lebih dari 50%.
Puncak suku bunga The Fed kini diprediksi di 5% – 5,25%, padahal pada pekan lalu muncul ekspektasi di 5,5% -5,75%.
Data tenaga kerja Amerika Serikat juga mulai menunjukkan pelemahan. Jumat pekan lalu Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan tingka pengangguran pada Februari naik menjadi 3,6% dari sebelumnya 3,4%. Kemudian rata-rata upah per jam naik 4,6% (year-on-year/yoy), tetapi lebih rendah dari ekspektasi Reuters 5,7%.
The Fed kini diprediksi memangkas suku bunga hingga 100 basis poin pada akhir tahun nanti oleh Larry McDonald, pendiri The Bear Traps Report.
“Kolapsnya Silicon Vallley Bank bisa mendorong The Fed untuk memangkas suku bunga 100 basis poin pada Desember untuk mencegah penyebaran ke sistem finansial,” kata McDonald kepada CNBC International, Jumat (10/3/2023).
- Secara teknikal, rupiah semakin jauh di atas Rp 15.090/US$, yang akan menjadi kunci pergerakan.
Level tersebut merupakan Fibonacci Retracement 50%, yang ditarik dari titik terendah 24 Januari 2020 di Rp 13.565/US$ dan tertinggi 23 Maret 2020 di Rp 16.620/US$.
Rupiah yang disimbolkan USD/IDR juga bergerak di atas rerata pergerakan 200 hari (moving average 200/MA 200) dan MA 50 yang memberikan tekanan lebih besar.
Rupiah saat ini berada di area resisten Fib. Retracement 38,2% di kisaran Rp 15.450/US$, begitu juga MA 100 di kisaran Rp 15.420/US$.
- Indikator Stochastic pada grafik harian kini berada di wilayah jenuh beli (overbought) dalam waktu yang cukup lama.
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Dengan stochastic berada di wilayah overbought, ruang penguatan rupiah tentunya lebih besar.
Jika mampu kembali ke bawah resisten Rp 15.420/US$ – Rp 15.450/US$, rupiah berpeluang Rp 15.320/US$ – Rp 15.300/US$. Penembusan konsisten ke bawah level tersebut akan membuka ruang penguatan menuju Rp 15.200/US$ di pekan ini.
Sementara jika area resisten tersebut ditembus, rupiah berisiko melemah ke Rp 15.500/US$ – Rp 15.600/US$.