Mayoritas bursa Asia-Pasifik ditutup melemah pada perdagangan Kamis (6/4/2023), di mana investor menimbang data tenaga kerja di Amerika Serikat (AS) yang mulai melandai dan ekspektasi melunaknya bank sentral AS.
Hanya indeks Hang Seng Hong Kong dan Shanghai Composite China yang ditutup di zona hijau pada hari ini. Hang Seng ditutup menguat 0,28% ke posisi 20.331,199 dan Shanghai naik tipis 0,07 poin (0,00%) menjadi 3.312,63.
Sedangkan sisanya ditutup di zona merah. Indeks Nikkei 225 Jepang ditutup ambruk 1,22% ke 27.472,6, Straits Times Singapura melemah 0,55% ke 3.300,48, ASX 200 Australia terkoreksi 0,25% ke 7.219, KOSPI Korea Selatan ambles 1,44% ke 2.459,23, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir terdepresiasi 0,39% menjadi 6.792,77.
Dari China, data aktivitas jasa yang tergambarkan pada Purchasing Manager’s Index (PMI) periode Maret 2023 versi Caixin telah dirilis pada hari ini. Hasilnya kembali naik menjadi 57,8, dari sebelumnya pada Februari lalu di angka 55.
Dengan ini, maka sektor jasa di China makin menggeliat dan menandakan bahwa perekonomian China terus pulih setelah dihantam oleh pandemi Covid-19.
Angka ini Itu juga mencapai pembacaan tertinggi sejak November 2020. Peningkatan aktivitas didukung oleh kenaikan bisnis baru yang berkelanjutan dan lebih tajam.
PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di bawahnya adalah kontraksi sementara di atasnya ekspansi.
Di lain sisi, pasar masih mencerna rilis data tenaga kerja di AS yang mulai melandai dan ekspektasi melunaknya bank sentral AS.
Laporan pembukaan lapangan kerja (JOLTS) pada Februari 2023 menunjukkan lapangan pekerjaan baru yang terbuka hanya 9,93 juta. Jumlah tersebut anjlok 632.000 dibandingkan Januari 2023.
Hal ini menjadi posisi yang tersedia di bawah 10 juta untuk pertama kali dalam setahun terakhir.
Meskipun demikian, di sisi lain data tenaga kerja yang tidak sepanas sebelumnya maka harapan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) melunak.
Terlihat dari perangkat Fedwatch di mana sebesar 56,5% pelaku pasar melihat The Fed tidak akan menaikkan suku bunga pada pertemuan Mei nanti. Sedangkan 43,5% yakin bahwa The Fed akan menaikkan suku bunganya sebesar 25 basis poin.
Sementara itu, imbal hasil (yield) Treasury AS turun, tetapi potensi kenaikan suku bunga lebih lanjut dari The Fed berkontribusi terhadap volatilitas pasar.
Ekspektasi kenaikan suku bunga tersebut selaras dengan pejabat The Fed tampak masih bersikukuh jika kenaikan suku bunga masih diperlukan untuk meredam inflasi.
Presiden The Fed Cleveland, Loretta Mester mengatakan bahwa menurutnya The Fed masih perlu menaikkan suku bunga lebih lanjut.
Salah satu pendorongnya adalah harga minyak mentah dunia yang melesat didorong kebijakan OPEC+ yang akan memotong produksi minyaknya.
Dalam sepekan harga minyak acuan Brent dan jenis light sweet yakni West Texas Intermediate (WTI) melonjak hingga 6,5%.