Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) masih optimis target investasi yang telah ditetapkan untuk tahun ini sebesar US$ 15 miliar tepatnya US$ 15,54 miliar atau sebesar Rp 230,9 triliun (asumsi kurs Rp 14.855 per US$) bisa tercapai.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan bahwa pihaknya optimis target investasi tahun ini masih bisa tercapai. Padahal, realisasi investasi pada Kuartal I-2023 baru tercapai US$ 2,63 miliar atau setara Rp 39 triliun.
“Target (investasi) di tahun 2023 optimistis mengejar US$ 15 miliar,” ujar Dwi, dikutip Rabu (26/4/2023).
Dia mengungkapkan optimisme itu didukung usaha yang maksimal salah satunya dengan mengejar target produksi minyak satu juta barel per hari (bph) di tahun 2030 mendatang. Dan hal itu juga didukung dengan melakukan eksplorasi yang masif.
“Kita melakukan effort yang maksimum, mana-mana yang belum, eksplorasi karena akan berikan lompatan di belakang hari nanti. Sekarang di lapangan majeure effortnya luar biasa bor harus banyak,” jelasnya.
Selain itu, Dwi juga mengungkapkan dengan harga minyak yang berlaku saat ini, pihaknya masih tetap optimis bahwa target investasi migas bisa mencapai target tahun ini. “Tapi saya pikir dengan harga minyak yang sekarang masih tetap proyeksi di US$ 15 billion,” tandasnya.
Adapun, Wakil Kepala SKK Migas, Nanang Abdul Manaf menyebutkan bahwa salah satu alasan yang membuat realisasi investasi baru sedikit, salah satunya adalah karena proses eksplorasi yang belum selesai. “Sebenarnya ada beberapa yang belum dibukukan, karena ada eksplorasi yang belum selesai,” jelasnya dalam kesempatan yang sama.
Selain itu, Nanang klaim bahwa realisasi investasi tahun ini terhitung lebih besar dibandingkan dengan realisasi pada kuartal yang sama di tahun lalu. “Dibandingkan tahun lalu tahun ini lebih bagus sekitar 25,2% dibandingkan dengan posisi yang sama di Q1 tahun lalu,” tandasnya.
“Kalau lihat grafik 3 tahun terakhir terjadi peningkatan dari sisi investasi di tahun ini harapan terjadi peningkatan signifikan. Investasi di bidang eksplorasi itu yang jaga lifetime industri kita mencoba tingkatkan cadangan migas yang baru untuk produksi masa depan,” pungkasnya.
Seperti yang diketahui, Indonesia memiliki tugas berat untuk mencapai target minyak 1 juta bph dan gas 12 bscfd pada tahun 2030. Untuk mendorong terciptanya target tersebut, diperlukan dukungan dari kementerian atau lembaga terkait. Namun hal itu harus ditempuh lantaran saat ini cadangan minyak bumi Indonesia kian mengkhawatirkan.
DPR RI mencatat, cadangan minyak bumi yang ada di tanah air dikabarkan hanya tinggal sekitar 9 – 12 tahun lagi. Hal itu bisa terjadi apabila tidak ada temuan-temuan produksi minyak yang baru. Saat ini terpantau cadangan minyak RI dipantau hanya tersisa 2,4 miliar barel saja.
“Minyak tinggal 2,4 miliar barel saja. Bayangkan, kalau tidak ditemukan yang baru, hanya sampai 9 tahun – 12 tahun saja. Inilah problem energi kita, konsumsi kita sekian tetapi liftingnya sekian,” ungkap Kepala Komisi VII DPR, Sugeng Suparwoto dalam Forum Transisi Energi CNBC Indonesia, di Menara Bank Mega, Kamis (22/12/2022).
Yang menjadi masalah utama, kata Sugeng, saat ini konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) masyarakat RI mencapai 1,430 juta barel per hari (bph). Sementara lifting dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 hanya mencapai 660 ribu bph.
“Produksi minyak rata-rata 630 ribu bph saja. sangat rentan kalau hanya mengandalkan blok-blok tertentu,. Sudah gitu lifting nasional anjlok 590 ribu bph,” ungkap Sugeng.
Saat ini seperti diketahui, kata Sugeng, Indonesia mengandalkan dua blok minyak terbesar di Indonesia yakni Blok Rokan dan Blok Cepu.
Untuk mendukung produksi minyak tanah air, Sugeng bilang, diperlukan penyelesaiannya Revisi Undang-undang Minyak dan Gas Bumi (RUU Migas). Utamanya berkenaan dengan legitimasi hukum keberadaan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). “Jadi payung hukum keberadaan SKK Migas yang saat ini berupa Perpres harus di bawah Undang-undang,” tandas Sugeng.